PANDORA #PART-02
Ketika hari Minggu akhirnya tiba, kami sangat bersemangat
dengan apa yang akan kami lakukan ini, sebab kami sudah merencanakannya sangat
lama. Kami berkumpul di depan rumah tua itu dan membawa tas ransel penuh
makanan. Aku ingat saat itu kami sangat gembira karena akan “berpetualang”.
Seperti sudah
kusebutkan sebelumnya, rumah ini dikelilingi dengan persawahan dan tidak
memiliki pintu masuk. Rumah itu berlantai dua dan satu-satunya cara untuk masuk
ke sana adalah dengan memecahkan jendela di lantai satu.
“Ah, jendela ini takkan terlalu mahal untuk diperbaiki.” kata
Atsushi saat ia memecahkan kaca itu dengan batu. Ia kemudian masuk ke dalam
rumah itu.
Bahkan jika tak ada yang terjadi di rumah ini, kami sudah
tahu bahwa kami sudah berada dalam masalah yang sangat besar. Namun kami tetap
saja mengikutinya masuk ke ruang tamu.
Di kiri kami terdapat dapur dan di depannya terdapat lorong
yang menghubungkannya ke kamar mandi. Sebuah tangga menghubungkan lantai satu
dengan lantai atas terletak di sebelah kanan kami. Kami melihat sisa-sisa apa
yang kemungkinan pintu depan rumah ini.
Jadi rumah ini sebenarnya memiliki pintu. Namun mengapa
mereka menutupnya?
Siang itu sebenarnya sangat cerah, namun karena tak ada pintu
dan jendelapun sangat kusam, maka di ruang tamu tempat dimana kami berdiri
sekarang terlihat cukup gelap.
Bila dibandingkan dengan bagian luar rumah yang sangat suram,
bagian dalamnya sebenarnya lebih bagus daripada yang kamu sangka. Bahkan rumah
ini sebenarnya bisa ditinggali, jika saja ada yang mau membersihkannya. Ruang
tamu dan dapurnya sangat luas. Furniturnya juga masih lengkap, walaupun tentu
tampak berdebu dan rusak. Tak ada tanda-tanda seseorang tinggal di sini selama
bertahun-tahun.
Aneh, mengapa mereka meninggalkan rumah ini begitu saja? Apa
pemiliknya meninggal?
“Tak ada apapun di sini.” Kami mulai kecewa karena tak
menemukan apapun setelah menjelajahi ruang tamu, dapur, hingga kamar mandi.
Beberapa dari kami mulai bosan dan membuka snack yang kami bawa lalu
memakannya.
“Mungkin rahasianya terletak di lantai dua!” Saori mengenggam
tangan adik perempuannya dan mulai berjalan menuju ke tangga.
Namun langkah mereka terhenti di depan tangga. Wajah mereka
tampak ketakutan.
“Ada apa?”
Aku dan teman-temanku yang lain mengikutinya. Di depan tangga
terdapat sebuah meja rias. Dan tepat di depan meja tersebut terletak sebuah
tiang aneh dengan sesuatu di atasnya.
Rambut.
Melihatnya merupakan sebuah pengalaman yang aneh, sebab kami
seperti melihat bagian belakang seoorang wanita dengan rambut terurai. Bahkan
tinggi tiang itu kira-kira sama seperti tinggi wanita dewasa.
Sangat aneh dan segera kami mulai merasa bulu kuduk kami
berdiri.
“Apa itu? Ya Tuhan, apa itu?” pekik Saori.
“Apa...apa itu rambut asli?” tanya Atsushi.
“Tak tahu, apa kau mau menyentuhnya?” jawab Kazuchika.
“Kau tak tahu apa itu, jadi biarkan saja!” pekikku, “Benda
itu membuatku takut. Ada sesuatu yang salah dengan tempat ini. Benar-benar
salah!”
“Ya, jangan sentuh benda itu!”
Kami semua takut dengan benda itu dan akhirnya kembali mundur
ke ruang tamu. Kami tak bisa lagi melihatnya dari balik dinding ruang tamu.
Namun melihat ke arah tangga dan membayangkan saja benda itu ada di situ sudah
membuatku merasa takut.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang? Kita tak bisa naik
jika tidak melalui tangga itu.”
“Aku takkan pergi ke sana.” Kata Saori dengan tegas, “Benda
itu membuatku jijik.”
“Ya, perasaanku tak enak tentang ini semua.” Kata Naoki.
Semua rasa senang kami luntur setelah melihat benda itu. Kami
sadar petualangan kami telah berakhir. Sekarang tak ada hal lain yang kami
inginkan selain segera keluar dari tempat itu dan pulang.
Namun tiba-tiba kami menyadari sesuatu.
“Saori,” tanyaku, “Dimana adikmu?”
“Hah? Dia tadi ada di sini.” Saori menoleh namun tak
menemukannya.
Haruka, adik Saori, menghilang.
TO BE
CONTINUED